Latest Movie :

Alasan Permintaan, Pasal Karet UU KIP

Pasal 4 ayat (2) huruf a UU KIP berbunyi : "Setiap orang berhak melihat dan mengetahui informasi publik". Pasal ini menjelaskan bahwa setiap orang (Warga Negara Indonesia) memiliki hak untuk mengetahui informasi publik.

Pasal 4 ayat (2) huruf c UU KIP berbunyi : "Setiap orang berhak mendapatkan salinan informasi publik melalui permohonan sesuai dengan undang-undang ini". Pasal ini menjelaskan bahwa setiap orang (Warga Negara Indonesia) memiliki hak untuk mendapatkan salinan informasi publik dengan cara mengajukan permohonan (permintaan informasi kepada badan publik yang memiliki/menguasai informasi).
Pasal 4 ayat (3) UU KIP berbunyi : "Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan informasi publik disertai alasan permintaan tersebut". Pasal ini menjelaskan bahwa setiap orang (Warga Negara Indonesia) memiliki hak untuk meminta informasi publik dengan syarat menyebutkan alasan permintaan.

Pada bagian penjelasan UU KIP, pasal (4) disebutkan cukup jelas. Artinya, tafsir pasal tersebut sudah cukup jelas dan tidak perlu diberikan uraian penjelasan tambahan yang lebih detil atau bersifat menegaskan.
Dengan tidak adanya penjelasan yang lebih menjelaskan maksud dari kalimat "disertai alasan permintaan", maka pasal ini menjadi pasal karet yang tafsirnya dapat bermacam-macam sesuai kehendak yang berkepentingan. Dengan begitu, pasal karet ini menjadi berpotensi disalahgunakan oleh badan publik untuk menolak memberikan informasi publik kepada Pemohon Informasi, dengan argumen bahwa Badan Publik menilai alasan yang disampaikan Pemohon tidak relevan dengan obyek informasi publik yang dimintanya.

Pasal karet ini juga berpotensi mendiskriminasi warga negara, karena dapat ditafsirkan sebagai bagian dari legal standing pihak Pemohon. Dalam hal ini, Warga Negara dianggap memiliki legal standing sebagai Pemohon Informasi jika memiliki kepentingan yang relevan dengan obyek informasi publik yang dimintanya. Sebaliknya, jika dia tidak memiliki kepentingan dengan obyek informasi yang dimintanya, maka dapat dianggap kalau dia tidak memiliki legal standing sebagai pihak Pemohon Informasi. Contoh : Seorang Tukang Ojek atau seorang Pemulung atau seorang Kuli Bangunan dapat dianggap tidak memiliki legal standing sebagai Pemohon Informasi karena dirinya tidak memiliki kepentingan dengan obyek informasi publik yang dimintanya. Misalnya, dia meminta informasi laporan keuangan badan publik atau meminta data aset badan publik atau meminta dokumen rincian audit. Dalam hal ini, badan publik dapat menggunakan argumentasi bahwa si Tukang Ojek atau si Pemulung atau si Kuli Bangunan tidak mempunyai kepentingan dengan obyek informasi laporan keuangan atau informasi data aset atau informasi dokumen audit badan publik. Sehingga, badan publik dapat menolak untuk memberikan pelayanan atau menolak memberikan informasi tersebut kepada si Tukang Ojek atau si Pemulung atau si Kuli Bangunan.

Kalau merujuk kepada maksud tujuan keterbukaan informasi publik sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 UU KIP, maka keberadaan pasal karet ini sungguh janggal dan bertentangan dengan substansi dasar hak akses informasi publik sebagai hak konstitusional warga negara dan hak asasi manusia yang dijamin dan dilindungi. Dengan adanya pengenaan syarat bahwa Pemohon Informasi harus menyebutkan alasan dalam meminta informasi kepada badan publik, menjadi mereduksi jaminan perlindungan yang diberikan oleh negara kepada setiap warga negara atas akses informasi publik.

Dalam konteks kemanfaatan hukum, pasal karet ini sama sekali tidak memberikan kemanfaatan kepada pihak manapun, kecuali pihak yang memang tidak menginginkan terwujudnya keterbukaan informasi publik di Indonesia. Terutama pihak yang khuatir kalau UU KIP akan dijadikan instrumen hukum yang efektif bagi publik meningkatkan fungsi kontrol terhadap jalannya pengelolaan kekuasaan dan pengurusan badan publik.
Patut diduga kalau pasal karet ini memang sengaja diselundupkan untuk menjadi ranjau yang menahan laju keterbukaan informasi publik di Indonesia. Mengingat, keterbukaan informasi publik dapat menjadi pintu masuk yang sangat bagus bagi publik untuk mengambil peran sebagai auditor independen non formal dalam mengaudit akuntabilitas pengelolaan anggaran publik.

Share this article :
 
Support : Copyright © 2015. Perkumpulan_Sahabat_Muslim - All Rights Reserved
Template Created by Sahabat Muslim Published by Sahabat Muslim Indonesia